Senin, 31 Mei 2010

Sekelumit Tentang Bukit Tulang: A Chapter of Malabar Journey


Bukit Tulang atau puncak Tangkorak merupakan sebuah puncak punggungan di atas Dataran Malabar. Dinamakan bukit Tulang atau bukit Tangkorak karena di puncak ini ditemukan sesosok mayat manusia yang telah menjadi tulang belulang dengan pakaian yang telah compang-camping. Para pemburu babi hutan yang pertama kali menemukan tulang belulang manusia itu, mempercayai jika tulang belulang itu merupakan sisa-sisa dari mayat korban penembakan misterius (petrus) di era masa pemerintahan Orde Baru.

“Tukang moro bagong nu mendakan tulangna teh. Terus wawartos ka abah. Nya ku abah dipaluruh ka ditu. Enya weh. Sigana mah tulang garong anu ditembak basa jaman Petrus,” papar seorang pria paruh baya yang akrab disapa dengan panggilan Abah ini. Menurut pria yang merupakan sesepuh dari rombongan pemburu babi hutan ini pula, batas jalan antara bukit Tulang dengan ujung perkebunan Pasirbatu ditandai dengan cat merah yang dipasang para perambah hutan di batang-batang pepohonan. Masih menurutnya, cat merah ini pula yang menandai jalan menuju puncak Malabar II.

Bukit Tulang sendiri berjarak dua punggungan dari puncak Malabar II, atau jika berjalan dalam keadaan normal bisa ditempuh dengan waktu tiga sampai empat jam perjalanan dari pertigaan jalan puncak Haruman – Irihiam menuju ke Dataran Malabar.

Posisi bukit Tulang sendiri berada di ketinggian 1900 DPL. Puncak ini terletak di ujung Selatan Dataran Malabar. Puncak ini bisa ditemui jika pendaki tidak memasuki Dataran Malabar. Karena, puncak ini bisa ditemui jika pendaki mengambil rute jalan yang melingkar, mengitari Dataran Malabar.

Secara sekilas, bukit Tulang ditandai dengan jalan landai menuju puncaknya dan menukik tajam saat menuju mata air yang terdapat di lipatan punggungan. Di sepanjang jalan menuju dan dari bukit tulang di kanan dan kirinya banyak ditumbuhi pohon-pohon arbei hutan. Di puncak ini pula, macan, babi hutan, ayam hutan dan primata masih bisa ditemui.

Dari puncak bukit Tulang, pendaki bisa mengambil dua rute perjalanan. Yang pertama menuju puncak Malabar II (2000 DPL) dengan mengambil jalan ke kiri. Sementara yang kedua mengambil rute jalan kanan jika hendak turun melalui Kampung Pasirbatu (1528 DPL), Desa Pangauban, Kecamatan Pacet yang bisa ditempuh dengan empat jam perjalanan waktu normal. Rute menuju puncak Malabar sendiri bisa ditempuh dengan peralatan navigasi yang memadai. Hal ini karena jalanan yang harus ditempuh pendaki telah tertutup semak belukar, ranting dan pohon yang tumbang karena faktor usia atau sengaja ditebang para perambah hutan.

Jika berada dalam kondisi cuaca yang bagus, para pendaki bisa dengan leluasa melihat puncak gunung Rakutak yang simetris dengan puncak bukit ini. Sayangnya, di ujung bukit Tulang ini, hutannya telah habis dibabat penduduk sekitar Pacet untuk dijadikan lahan perkebunan wortel, borkol, dan kopi. Tak heran jika pendaki melewati jalan ini akan dengan mudah mendengar suara gergaji mesin yang meraung-raung untuk menumbangkan pepohonan yang telah berusia ratusan tahun itu.

Karena pembabatan hutan itu pula, babi hutan yang seharusnya diam di tempat yang merupakan habitatnya itu, kerap menyerang perkebunan petani. Dan diburu para petani yang juga berprofesi sebagai pemburu itu dengan menggunakan jala dari kawat dan anjing pemburu. Seperti yang terjadi pada Minggu (30/05) itu. (mim)